PAJAK SISTEM “ONLINE” TIDAK MENCAPAI TARGET

Tema : Metode Organisasi

PAJAK

SISTEM “ONLINE” TIDAK MENCAPAI TARGET

Jakarta, Kompas 14 November 2010

 

DPRD – DKI Jakarta mempertanyakan lambannya penerapan sistem pajak online pada hotel, restoran, tempat parker swasta, dan tempat iburan. Dari target 800 wajib pajak yang seharusnya mengikuti sitem online, baru 240 wajib pajak yang ikut.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya bersikap tegas untuk memaksa para wajib pajak mengikuti sistem pajak online. Tanpa penerapan sistem ini, kebocoran pemasukan dari pajak tidak dapat dihindarkan,”kata ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta M Sanusi, Sabtu (13/11) di Jakarta Pusat.

Selama ini, wajib pajak menghitung sendiri jumlah pajak yang harus disetor ke pemerintah. Kemudian petugas pajak memeriksanya. Pertemuan wajib pajak dengan pengawas pajak sangat rawan menciptakan kolusi untuk memperkecil penyetoran jumlah pajak.

Banyak pengusaha tidak membayar pajak sesuai jumlah seharusnya. Padahal, pajak itu sudah dibayar pengguna jasa atau pembeli dan statusnya hanya dititipkan kepada pengusaha untuk disetorkan kepada pemerintah.

Anggota Komisi C DPRD DKI, Ahmad Husein Alaydrus, mengatakan, solusi untuk mengatasi kebocoran pemasukan daerah ini adalah penerapan sistem online agar transaksi dari computer atau mesin pembayaran kasir langusng terhubung dengan computer Dinas Pelayanan Pajak (DPP). Sistem ini akan member informasi jumlah pajak yang harus dibayar secara akurat.

Gubernur Fauzi Bowo mengatakan, masalah teknis dilapangan menjadi hambatan utama penerapan sistem ini. Pengusaha yang memiliki mesin cash register dengan printer internal tidak dapat begitu saja mengikuti sistem ini karena perlu izin dari penyedia layanan mesin itu.

Selain itu, pemasangan sistem online pada server pengusaha juga membutuhkan izin khusus dari penyedia aplikasi server. Hal – hal teknis ini yang menyebabkan target pemasangan sistem online belum tercapai.

Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi mengatakan, selain masalah izin dari para penyedia jasa layanan mesin kasir dan server, terdapat masalah lain yang membelit.

Masalah itu adalah ketidaksesuaian alat untuk sistem online dari pemerintah dengan mesin kasir yang digunakan wajib pajak dan ketidak mampuan pengusaha untuk mengoperasikan piranti lunak sistem online.

Mereka kini mempelajari masalah – masalah itu untuk mencari solusinya. Pada tahun 2011, dinas pelayanan pajak diharapkan mempunyai solusi untuk mempercepat penerapan sistem online demi menghindari kebocoran pemasukan dari pajak.

Fokus DPP tahun depan menerapkan sistem pajak online pada restoran, Mesin kasir di restoran dinilai lebih sederhana ketimbang di hotel, tempat hiburan atau tempat parker. Jika target penerapan sistem online 800 wajib pajak tercapai, DPP menargetkan penerapannya pada 3.000 wajib pajak yang lain. (ECA)

 

Komentar:

Sistem online perhitungan pajak merupakan salah satu metode yang digunakan Dinas Pelayanan Pajak dalam mengantisipasi kebocoran pemasukan pajak.

Wajib pajak terkait dapat mengetahui jumlah pajak yang seharusnya dibayar secara langsung dengan menggunakan sistem online ini. Praktis sistem ini akan mengurangi biaya operasional dari wajib pajak(pengusaha) dalam melakukan perhitungan pajak, selain itu sistem ini juga memudahkan DPP dalam melakukan pemantauan pemungutan pajak, sehingga dapat menekan bahkan menghilangkan kecurangan – kecurangan yang terjadi dalam perhitungan dan pembayaran pajak. Namun, pembuatan sistem ini tidak memperhitungkan aspek pengguna, sehingga sistem tidak dapat diterapkan secara langsung. Akan lebih baik jika sebelum membuat sistem, dilakukan survey sistem (pembelajaran terhadap sistem) yang telah digunakan oleh wajib pajak yang nantinya akan berperan sebagai end-user, sehingga sistem yang tercipta dapat diintegrasikan dengan sistem yang sudah ada (milik wajib pajak).

Beberapa solusi lain yang mungkin dapat dilakukan oleh DPP yaitu :

  1. Bekerjasama dengan pihak pembuat mesin pembayaran kasir untuk mengintegrasikan sistem perhitungan pajak online di dalamnya, kemudian mensosialisasikan kepada wajib pajak;
  2. Membuat aturan untuk setiap produsen mesin wajib mengintegrasikan sistem perhitungan pajak online dalam sistem mesinnya;
  3. Membuat model sistem pembayaran kasir yang terintegrasi dengan perhitungan pajak online, ditunjang dengan peraturan yang mewajibkan setiap produsen mesin menggunakan model tersebut.
  4. Setelah sistem terintegrasi terbentuk DPP perlu mengadakan sosialisasi cara penggunaan sistem tersebut.

Oleh : Diah Ekaningtyas (18110052)

Hidup dan kehidupan

Kusadari saat angin mulai berhembus…

Menyibak rambutku, dan meniupkan kesejukan dihatiku…

Ditengah terik mentari ku melangkah..

Setapak demi setapak kuayunkan langkahku…

Sesekali ku terhenti…

Kulihat sekelilingku dan kudapati diriku telah melangkah jauh

Banyak yang telah datang padaku,

Banyak pula yang telah meninggalkanku..

Banyak yang mengacuhkanku,

Banyak pula yang mencintaiku..

Ketika aku dan hidupku menyatu,

Maka hanya waktu yang kudapati berlalu

Inginku membuatnya kembali tapi hampa kudapati…

Waktu takkan kembali..

oleh Diah Ekaningtyas

REMUNERASI SEBAGAI PENGHARGAAN KINERJA PEGAWAI PEMERINTAH

REMUNERASI SEBAGAI PENGHARGAAN KINERJA PEGAWAI PEMERINTAH

oleh Diah Ekaningtyas

ABSTRAK

Remunerasi merupakan suatu penghargaan yang diberikan pemerintah atas kinerja suatu pegawai pada suatu instansi pemerintah berupa tambahan tunjangan gaji. Namun, penerapan remunerasi ini sering dinilai tidak efektif mengubah budaya kerja pegawai dan menimbulkan kesenjangan sosial antar instansi pemerintah. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan terhadap kriteria penilaian remunerasi dan tentang kaitannya terhadap kinerja pegawai perintah itu sendiri.

Kata kunci : Reminerasi, kinerja dan budaya organisasi.

  1. I. PENDAHULUAN

Keluhan masyarakat terhadap kualitas pelayanan birokrasi publik sebagian besar instasi pemerintah masih sering muncul saat ini. Hal tersebut menandakan buruknya citra birokrasi pemerintah. Reformasi Birokrasi merupakan salah satu cara Pemerintah dalam membenahi citra buruk dari birokrasi pemerintah yang korup sehingga dapat menciptakan aparatur Negara yang Bersih, Efektif, Efisien, Produktif, dan Sejahtera (BEEPS).

Didalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025, Bab IV butir 1.2 menyebutkan :

Pembangunan aparatur Negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur Negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang – bidang lainnya”.

Berdasarkan Undang – undang tersebut, Reformasi Birokrasi mulai dilakukan di berbagai instansi pemerintah baik pusat maupun daerah.

Lebih lanjut menurut Marli Dahyaridi (2008), Reformasi Birokrasi pada dasarnya mencakup 3 (tiga) program besar yakni :

  1. 1. Reformasi Birokrasi, merupakan usaha pembenahan profesionalisme pegawai negeri, sistem kepegawaian nasional, rasionalisasi jumlah pegawai negeri, penerapan reward & punishment system, dan penataan hubungan antara birokrasi dengan partai politik;
  2. 2. Reformasi Institusi, merupakan usaha pembenahan dan pembentukan institusi pemerintah yang efektif, efisien, produktif dan berorientasi kinerja;
  3. 3. Reformasi Sistem Manajemen Keuangan, merupakan usaha pembenahan sistem manajemen keuangan pemerintah mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan hingga pasca pelaksanaan, termasuk sistem pelaporan keuangan yang efisien, efektif, dan berdasarkan prinsip tata kelola yang baik.

Reformasi Birokrasi pertama kali dilaksanakan melalui Reformasi Remunerasi dengan menunjuk Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan dan Mahkamah Agung sebagai Pilot Project Reformasi Remunerasi.

Reformasi Remunerasi merupakan penghargaan (reward) kinerja pegawai pemerintah berupa tambahan tunjangan kinerja pegawai diluar gaji pokok dengan standar tertentu. Namun, pembentukan aparatur negara yang bersih, efektif, efisien, produktif, dan sejahtera melalui remunerasi belum dapat terukur efektifitasnya.

Remunerasi yang telah diterapkan pada beberapa Instansi Pemerintah tersebut di atas menyebabkan Instansi Pemerintah yang lain berlomba untuk dapat masuk dalam antrian instansi yang akan mendapat remunerasi selanjutnya. Hal ini mengindikasikan terjadinya kesenjangan sosial diantara pegawai pemerintah tersebut. Sebagai contoh, pendapatan pegawai Instansi Pemerintah yang telah mendapatkan remunerasi untuk golongan II (dua) mencapai Rp. 3 juta per bulan, sedangkan pegawai dengan golongan yang sama pada Instansi Pemerintah yang belum mendapatkan remunerasi hanya sebesar Rp. 1,5 juta. Padahal belum tentu pegawai dengan gaji Rp. 3 juta per bulan tersebut memiliki kinerja yang lebih baik dari pada pegawai yang mendapatkan gaji Rp 1,5 juta per bulan. Hal tersebut dapat dikarenakan kinerja mereka tidak terukur dan tidak adanya prosedur yang jelas dalam pengukuran kinerja.

  1. II. KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Pada bagian ini membahas Budaya Organisasi, Kinerja, dan Remunerasi.

  1. Budaya Organisasi

Budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan. Nilai adalah apa yang diyakini bagi orang-orang dalam berperilaku dalam organisasi. Norma adalah aturan yang tidak tertulis dalam mengatur perilaku seseorang (Muhammad Baitul Alim, 2010).

Budaya organisasi kemudian berkembang menjadi budaya kerja yang meliputi kedisiplinan, sikap dan perilaku serta efektifitas jam kerja pegawai dalam suatu organisasi/institusi.

  1. Kinerja

Lawler dan porter ( 1967 ), yang menyatakan kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas. Prawirosentono ( 1999 ), mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Dalam perspektif model harapan, kinerja merupakan fungsi dari kemampuan dan motivasi ( Gibson et al, 1985:185 ).

Sedangkan penegertian Kinerja pegawai menurut Bambang Kusriyanto yang dikutip oleh Harbani Pasolong dalam bukunya “Teori Administrasi Publik” adalah “Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi”. (Pasolong, 2007:175)

  1. Remunerasi

Remunerasi adalah merupakan imbalan atau balas jasa yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja sebagai akibat dari prestasi yang telah diberikannya dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa keberadaannya di dalam suatu organisasi perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab, akan terkait langsung dengan pencapaian tujuan perusahaan. Remunerasi yang rendah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi kemanusiaan maupun dari sisi kelangsungan hidup perusahaan.

Secara teoritis dapat dibedakan dua sistem remunerasi, yaitu yang mengacu kepada teori Karl Mark dan yang mengacu kepada teori Neo-klasik. Kedua teori tersebut masing-masing memiliki kelemahan. Oleh karena itu, sistem pengupahan yang berlaku dewasa ini selalu berada diantara dua sistem tersebut. Berarti bahwa tidak ada satupun pola yang dapat berlaku umum. Yang perlu dipahami bahwa pola manapun yang akan dipergunakan seyogianya disesuaikan dengan kebijakan remunerasi masing-masing perusahaan dan mengacu kepada rasa keadilan bagi kedua belah pihak (perusahaan dan karyawan).

III. PEMBAHASAN

Kinerja Pegawai pada salah satu instansi pemerintah diukur berdasarkan 2 (dua) aspek yaitu kedisiplinan dan pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi. Aspek disiplin memiliki bobot sebesar 60%, dan pelaksanaan Tupoksi sebesar 40%. Perbandingan bobot aspek disiplin yang lebih besar dibanding pelaksanaan tupoksi didasarkan pada penilaian disiplin pegawai yang masih kurang. Pegawai negeri masih memiliki citra buruk, yaitu datang siang pulang cepat, sering meninggalkan pekerjaan saat jam kerja, atau datang hanya untuk membaca surat kabar. Citra buruk tersebut dalam kenyataannya memang benar adanya pada beberapa unit bagian, namun pada umumnya hal tersebut terjadi pada pegawai – pegawai senior yang kurang memiliki semangat untuk belajar sesuatu yang baru. Sebagai contoh, banyak pegawai senior yang tidak dapat mengoperasikan komputer, hal ini sangat menghambat kinerja, karena sebagian besar pekerjaan saat ini dikerjakan menggunakan komputer. Meskipun demikian, pada umumnya mereka tidak ada keinginan belajar, sehingga atasan tidak dapat memberikan pekerjaan pada mereka. Hal tersebut berdampak pada beban kerja yang tidak berimbang antar pegawai pada suatu unit. Pegawai “baru” yang memiliki kemampuan mengoperasikan komputer dan berbahasa asing pada umumnya mendapat pekerjaan yang berlimpah, bahkan menyebabkan jam kerjanya melebihi jam kerja normal (produktifitas tinggi). Sangat ironi melihat sejumlah pegawai sangat sibuk oleh pekerjaannya yang tak kunjung usai, sisi lain pegawai lain duduk santai membaca surat kabar dan saling bercengkrama.

Produktifitas tinggi pada instansi yang sudah mendapat remunerasi dinilai dan diberikan penghargaan berupa tunjangan remunerasi, namun hal tersebut tidak terjadi pada instansi yang belum mendapat remunerasi. Tunjangan remunerasi tersebut diharapkan dapat menggerakkan pegawai – pegawi yang kurang produktif untuk lebih aktif memperbaiki diri sehingga mendapatkan tugas/pekerjaan dari atasannya. Namun, pada instansi yang sudah memiliki remunerasipun dalam kenyataannya masih terdapat pegawai yang tidak produktif. Sebagian besar dari mereka merasa sudah tidak mampu memperbaiki diri dan pasrah dengan keadaan yang ada. Tuntutan produktifitas dan disiplin yang tinggi menyebabkan mereka merasa terlalu “tua” untuk mengejarnya. Pada umumnya hal tersebut terjadi pada pegawai yang sudah mendekati masa pensiun.

Remunerasi idealnya memang ditujukan untuk meningkatkan produktifitas dan kedisiplinan serta mengubah budaya kerja pegawai. Hal tersebut tidaklah mudah. Penerapan sistem remunerasi memerlukan pengawasan atasan langsung dalam menilai kinerja pegawai di bawahnya. Jika tidak maka banyak pegawai yang “mencari – cari” cara untuk mendapatkan remunerasi tersebut.

Salah satu Instansi pemerintah di Jakarta telah berupaya memenuhi persyaratan remunerasi yang telah ditetapkan Tim Independen Remunerasi. Instansi tersebut telah membuat beberapa prosedur efisiensi pelayanan berupa percepatan pelayanan publik, perbaikan informasi public, serta berbagai tools penunjang untuk dapat mengukur kinerja pegawai, dan kinerja  unit kerja di bawahnya. Diawali dnegan merubah sistem perencanaan yang menggunakan berbagai tools manajemen seperti Balanced Score Card, menyusun KPI (Key Performance Indikator), dan membentuk sub bagian manajemen kinerja pegawai sebagai tim penilai dan pengawas kinerja.

Tim penilai dan pengawas kinerja harus dapat menerapkan aspek – aspek penilaian kinerja secara objektif. Aspek – aspek penilaian kinerja yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja menurut Bernardin dan Russel ( 1995 : 383 ) yaitu:

  1. Quality, Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
  2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit, siklus kegiatan yang dilakukan.
  3. Timelinness, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dihendaki, dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersebut untuk kegiatan orang lain.
  4. Cost effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi ( manusia, keuangan, teknologi, dan material) dimaksimlkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.
  5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seseorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
  6. Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama diantara rekan kerja dan bawahan.

Diharapkan dengan sistem yang telah terbentuk tersebut budaya kerja pegawai instansi pemerintah dapat berubah dan memperoleh penghargaan lebih atas kinerja mereka melalui penerapan tunjangan remunerasi.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Tunjangan remunerasi yang telah diterapkan di beberapa instansi pemerintah hendaknya di tinjau kembali efisiensi dan efektifitasnya mengingat beban kerja yang tidak merata.

Ibu..

Saatku membuka mataku,

Kusadari kau tak ada lagi disisiku..

Meski kau telah bahagia menatapku

Namun ku merindukanmu…

Sentuhanmu…

Nasihatmu…

Pelukan hangatmu…

Kini tak lagi dapat kurasakan…

Aku sungguh merindukanmu…

Kelak suatu hari kuingin kembali bersamamu..

Berjalan – jalan bersama menatap indahnya keagungan Sang Maha Kuasa..

oleh Diah Ekaningtyas

Hidupku dan Cintaku…

Bukan salahku jika rasa itu muncul…

Bukan salahku saat aku melepaskannya…

Dan bukan salahku atas hidupku…

Aku tak pernah memintanya…

Dan aku tak pernah memilih atas nya…

Ku tak tahu, kapan ia datang padaku…

Dan kapan ia pergi dariku

Ku tak pernah meminta apapun atas hidupku..

Hidupku dan cintaku hanyalah bagai tinta di atas kertas.

oleh  Diah Ekaningtyas

Untukmu..

Jika suatu saat semua orang melupakanmu,

maka ingatlah aku akan selalu mengingatmu…

Jika suatu saat semua orang meninggalkanmu,

Maka ingatlah aku akan selalu disampingmu….

Dan Jika suatu saat aku meninggalkan dan melupakanmu,

Maka ingatlah kamu merupakan bagian terindah dari hidupku…

oleh  Diah Ekaningtyas

Memahami Daftar Pustaka, Kutipan dan Catatan kaki

1. DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka adalah sebuah daftar yang berisi judul buku-buku, artikel-artikel, dan bahan-bahan penerbitan lainnya, yang mempunyai pertalian dengan sebuah karangan atau sehagian dan karangan yang tengah digarap.

TUJUAN PEMBUATAN DAFTAR PUSTAKA

  1. Untuk menetapkan apakah sumber itu sesungguhnya mempunyai pertalian dengan isi pembahasan itu;
  2. Untuk mengetahui kebenaran bahan itu dikutip;
  3. Untuk memperluas pengetahuan pembaca dengan bermacam-macam referensi itu;
  4. Bila pembacanya ahli, akan segera dapat menduga kualitas dari penulisan tersebut.

2. KUTIPAN

Kutipan adalah pengambil-alihan satu kalimat atau lebih dari karya tulisan lain untuk tujuan ilustrasi atau memperkokoh argument dalam tulisan itu sendiri.

TUJUAN PEMBUATAN KUTIPAN

  1. Sebagai landasan teori/penjelas/penguat untuk pendapat penulis
  2. Menegaskan isi uraian atau membuktikan kebenaran yang diajukan oleh penulis berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari literatur, pendapat seseorang atau pakar, bahkan pengalaman empiris.

3. CATATAN KAKI

Catatan kaki adalah referensi suatu kalimat/pernyataan yang kita gunakan dalam karangan atau sehagian dan karangan yang tengah digarap.

TUJUAN CATATAN KAKI

  1. Mengidentifikasikan orang yang membuat pernyataan tersebut (sebagai penghargaan terhadap orang lain);
  2. Mengidentifikasikan media komunikasi ilmiah tempat pernyataan itu dimuat atau disampaikan;
  3. Mengidentifikasikan lembaga yang menerbitkan publikasi ilmiah tersebut serta tempat dan waktu (jika tidak diterbitkan).
  4. Menyusun Pembuktian, dengan memberikan penjelasan lebih lanjut berupa butki – bukti kebenaran.

Sumber yang lengkap tercantum di dalam daftar kepustakaan. Untuk skripsi/teks sumber dinyatakan dalam bentuk catatan kaki

PERBEDAAN DAFTAR PUSTAKA, KUTIPAN DAN CATATAN KAKI

Referensi pada catatan kaki dipergunakan untuk menunjuk kepada sumber dan pernyataan atau ucapan yang dipergunakan dalam teks. Sebab itu referensi pada catatan kaki harus menunjuk dengan tepat tempat dimana pembaca dapat menemukan pernyataan atau ucapan itu selain pengarang dan judul. Sebaliknya sebuah daftar pustaka memberikan deskripsi yang penting tentang buku, majalah, harian itu secara keseluruhan.

Daftar pustaka berfungsi sebagai pelengkap dari sebuah catatan kaki, karena bila pembaca ingin mengetahui lebih lanjut tentang referensi yang terdapat pada catatan kaki. maka ia dapat mencarinya dalam daftar pustaka. Daftar pustaka mencantumkan keterangan-keterangan yang lengkap mengenai buku atau majalah yang digunakan sebagai referensi.

Kutipan dan catatan kaki memiliki fungsi penggunaan yang sama yaitu sebagai penunjang/pendukung pendapat/pernyataan penulis, namun kutipan hanya digunakan untuk memperkuat pendapat penulis melalui teori – teori yang sudah ada, sedangkan catatan kaki memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai suatu pernyataan orang lain yang digunakan yang diletakkan terpisah dari pendapat penulis. Tempat memperluas pembahasan yang diperlukan diletakkan pada diakhir halaman karena tidak relevan jika dimasukkan di dalam teks. Perbedaan lebih lanjut tentang daftar pustaka, kutipan dan catatan kaki dapat dilihat pada tabel berikut :

Keterangan Daftar Pustaka Kutipan Catatan Kaki
Gambaran Umum Memberikan diskripsi lengkap tentang referensi yang digunakan penulis Memberikan referensi singkat teori/pendapat yang digunakan penulis Memberikan referensi dan penjelasan lebih lanjut tentang teori/pendapat yang digunakan penulis
Unsur penulisan 

(umum)

(1) Nama pengarang, yang dikutip secara lengkap. (2) Judul Buku, termasuk judul tambahannya. (3) Data publikasi: penerbit, tempat terbit, tahun terbit, cetakan ke-berapa, nomor jilid, dan tebal (jumlah halaman) buku tersebut. (4) Judul artikel yang bersangkutan, nama majalah, jilid. nomor dan tahun (jika artikel). (1) Nama belakang pengarang. 

(2) Tahun penerbitan

(3) Nomer halaman.

(1) Nama pengarang (editor, penterjemah), ditulis dalam urutan biasa, diikuti koma (.). (2) Judul buku, ditulis dengan huruf kapital (kecuali kata-kata tugas), digarisbawahi.  (3) Nama atau nomor seri, kalau ada.  (4) Data publikasi

(a) Jumlah jilid, kalau ada.

(b) Kota penerbitan, diikuti titik dua ditulis.

(c) Nama penerbit, diikuti koma di antara.

(e) Tahun penerbitan. tanda kurung.

5) Nomor jilid kalau perlu.

Letak penulisan Untuk karangan tidak terlalu panjang, (skripsi), daftar pustaka diletakkan pada akhir karangan. 

Untuk karangan sangat tebal dan banyak referensi tiap bab, maka daftar pustaka dapat diletakkan di setiap bab.

Keterangan kutipan diletakkan di setiap akhir kutipan Catatan kaki dapat ditempatkan langsung di belakang bagian yang diberi keterangan ( catatan kaki langsung) dan diteruskan dengan teks dengan penomoran. Keterangan referensi diletakkan di bagian bawah (kaki) halaman atau pada akhir setiap bab dengan memberi batas garis.