TUGAS TEORI ORGANISASI UMUM
TEMA : JURNAL/ARTIKEL METODE ORGANISASI
OLEH : DIAH EKANINGTYAS (18110052)
KELAS : 2KA20
QUO VADIS ATURAN TENTANG ROKOK
Banyak Negara – Negara berpenghasilan rendah yang terkena dua wabah besar, yaitu tuberkulosis dan tembakau. Tuberkulosis sudah menyebabkan penderitaan dan kematian sebagai wabah pertama. Apalagi, meningkatnya kasus HIV (human immunodeficiency virus) terutama pada anak muda menambah jumlah penderita tuberculosis. Wabah kedua yang penting pada Negara uang berpenghasilan rendah adalah tembakau. Bahkan, World Bank tahun 1999 pernah mengeluarkan pernyataan “Dengan pola merokok sekarang ini 500 juta orang yang hidup hari ini akhirnya akan terbunuh oleh penggunaan tembakau. Lebih dari separuh di antaranya saat ini adalah anak dan remaja. Hingga tahun 2030, temabaku diperkirakan akan menjadi penyebab tunggal besar kematian di seluruh dunia”.
Di Indonesia sendiri, kebiasaan merokok pada masyarakat semakin lama semakin tinggi tingakt konsumsinya. Data dari Tonacco Control Support Centre (TCSC) Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia bahwa konsumsi rokok di Indonesia tahun 2007 sebanyak 240 miliar batang. Jika kita lihat fakta lain terhadap prevelesi merokok tahun 2001, sebanyak 31,5 % orang dewasa merokok dan meningkat menjadi 34,4 % oada tahun 2004. Hal yang lebih memprihatinkan adalah prevelensi merokok pada usia 15 – 19 tahun 2001 sebanyak 12,7% dan meningkat 4,6 % menjadi 17,3% pada tahun 2004. Data dari WHO tahun 2008, Indonesia menempati peringkat ketiga jumlah perokok terbesar setelah China dan India. Hampir sama seperti penderita tuberkulosis paryu (TBC paru) yang juga menduduki peringkat ketiga setelah India dan China.
Biaya Ekonomi
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS tahun 2004, 71% keluarga Indonesia punya minimal 1 perokok dengan 84% berusia 15 tahun ke atas. Ini akan meningkatkan kerentanan perokok pasif di rumah karena perokok pasif memiliki resiko tiga kali lebih berbahaya untuk menderita penyakit akibat rokok dibandingkan perokok aktif. Kematian akibat rokok sebanyak 427,948 orang/tahun, yang berartui sama dengan 1.172 orang perhari. Ada sekitar 1,5 juta orang dari rumah tangga peroko yang berobat penyakit hipertensi dengan biaya yang dihabiskan mencapai TRp. 219 miliar sebulan atau Rp. 2,6 triliun setahun.
Survei yang sama juga menggambarkan bahwa rumah tangga perokok juga mengeluarkan belanja untuk berobat penyakit asma sebanyak Rp. 1,1 triliun, penyakit TBc sebesar Rp. 636 miliar, penyakit pernapasan lain Rp. 4,3 triliun, dan penyakit jantung Rp. 2,6 triliun. Tanpa subsidi biaya rawat inap, maka total biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat karena penyakit yang berkaitan dengan tembakau berjumlah Rp. 15,44 triliun. Perhitungan ini diluar kerugian tidak langsung akibat rokok lebih besar.
Bahkan, peneliti dari Kementerian Kesehatan mendapatkan angka kerugian ekonomi total penduduk Indonesia Rp. 338,75 triliun atau enam kali penerimaan pemerintah dari cukai rokok. Angka itu sendiri senilai dengan anggaran belanja Kementerian Kesehatan selama 15 tahun. Kerugian dihitung dari jumlah yang dibelanjakan untuk rokok, biaya berobat penyakit akibat rokok, biaya yang hilang akibat tidak bekerja karena sakit, dan penghasilan yang tidak diterima dari anggota keluarga yang meninggal karena penyakit akibat rokok.
Sering kita berpikir bahwa jika terjadi regulasi rokok yang ketat akan terjadi defisit pemasukan Negara dari bea cukai rokok dan pengurangan penerimaan pemerintah karena industri rokok memberikan sumbangan besar pada penerimaan pemerintah. Selain itu, ada pemikiran dengan semakin meningkatnya cukai rokok dampak lainnya akan menurunkan anga ekspor rokok. Hal lain yang menjadi alasan penolakan terhadap regulasi rokok adalah regulasi yang ketat terhadap rokok akan mengakibatkan petani tembakau dan industri rokok menjadi mati. Ini sebagian dari beberapa argumentasi yang didengungkan pemangku kepentingan industri rokok. Boleh saja para pemangku industri rokok tersebut berargumentasi demikian tapi fakta di lapangan berbicara beda. Pemasukan Negara dari cukai rokok jika dibandingkan dengan penerimaan Negara hanya sekitar 6 – 7%, dan ini jauh dibawah penerimaan dari PBB dan PPh.
Jika cukai dinaikkan sebesar 10%, volume penjualan akan berkurang 0,9 – 3% tetapi peneriman cukai akan bertambah 29,59 triliun. Cara yang paling efisien untuk meningkatkan penerimaan pemerintah dari rokok adalah dengan meningkatkan cukai rokok. Dengan tetap mempertahankan cukai rokok maka konsumsi akan cenderung meningkat pada anak – anak dan remaja.
Sementara pada sisi eksporpun akan begitu terpukul. Faktanya ekspor rokok selama tahun 1999 – 2007 hanya sebesar 0,22 – 0,31 % dibanding jumlah seluruh nilai ekspor. Tahun 2006 jumlah rokok yang diekspor sebanyak 41 juta batang padahal yang diproduksi di dalam negeri 244 juta batang, artinya sebagian besar 983%) rokok produksi Indonesia untuk konsumsi domestic. Fakta lain tentang tembakau adalah semakin lama lahan pertanian tembakau semakin susut dalam periode 2002 – 2005 areal pertanian tembakau turun dari 261.000 hektar menjadi 198.000 jektar. Jumlah petani tembakauoun mengalami penyusutan selam tahun 2002 – 2007 sejumlah 808.897 menjadi 582.093 petani sementara pekerja buruh industri rokok tahun 2006 sebanyak 316.991 pekerja, ini hanyak 1,4% dari seluruh sektor industri.
Regulasi Ketat
Bagaimana peran pemerintah dalam mengintervensi kebijakan terhadap rokok? Sudah seharusnya pemerintah melakukan regulasi terhadap tembakau dan produknya (rokok) lebih ketat. Mengingat beban ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh rokok makin lama makin meningkat dan beban ini ditanggung oleh masyarakat miskin. Hampir 80% perokok mulai merokok pada usia kurang dari 19 tahun. Sebagian mereka merokok akibat pengaruh gencarnya iklan rokok yang umumnya menunjukkan tampilan prilaku sukses, sementara pada usia tersebut kemampuan untuk menilai dan mengambil keputusan secara benar masih belum dimiliki.
Umumnya mereka belum mengerti bahaya merokok sejak muda dan bahaya adiktif merokok. Keputusan komsumen tidak didasarkan atas informasi yang cukup mengenai dampak produk yang dibeli, efek ketagihan dan dampak pembelian yang dibebankan kepaa orang lain. Salah satu cara pemerintah untuk melindungi anak dan remaja mengkonsumsi rokok adalah dengan menaikkan cukai rokok, melarang penjualan rokok pada anak usia di bawah 18 tahun, dan melarang penjualan rokok secara eceran.
Sampai saat ini belum ada ketegasan pemerintah mengenai rokok. Saat ini rancangan peraturan pemerintah tentang pengamanan produk tembakau sebagai zat adiktif bagi kesehatan masih mengalami pembahasan antar departemen. Informasi terakhir yang diterima penulis RPP yang diajukan oleh Kementerian Kesehatan ini mengalami penolakan dari Kementerian lain terutama Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pertanian. Hal ini yang menjadi dilemma bagi Kementerian Kesehatan karena RPP tersebut merupakan turunan dari UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan.
Hal yang sama dialami undang – undang penanggulangan dampak produk tembakau terhadap kesehatan (UU-PDPTK). Undang – undang ini sudah masuk ke dalam prioritas Prolegnas 2009 – 2014. Isi undang – undang ini diharapkan membawa perubahan positif terhadap dampak merokok. Tetapi, hingga akhir tahun 2010 tidak ada pengesahan dari paripurna DPR meskipun secara substansi sudah tidak ada masalah.
Ada beberapa hal yang mungkin menjadi penghalang. Saah satunya adalah penolakan yang amat kuat dari kalangan industri rokok secara masif dengan cara mengerahkan massa untuk menolak pembahasan undang – undang ini. Beberapa fraksi di DPR RI pun ikut melakukan penolakan kuat. Mereka ini menghawatirkan dampak negatif terhadap ekonomi dan industri jika disahkan, yang sebenarnya jika merujuk pada data – data diatas tidak mengkhawatirkan sama sekali. Selain itu, kita semua tahu salah satu jendala dalam terbentuk hingga disahkannya sebuah undang – undang di DP adalah birokrasi yang rumit.
Jadi sekarang kita tinggal lihat bagaimana DPR dan pemerintah agar bisa berperan untuk segera menyelesaikan aturan tersebut mengingat dampak yang berbahaya terutama bagi generasi muda. Tentunya, pihak pemerintah juga harus memberikan solusi yang terkait dengan kalangan industri, buruh, dan petani terhadap dampak yang ditimbulkan oleh regulasi rokok. Kementerian Pertanian misalnya sudah memberikan alternative bagi para petani tembakau yang ingin menanam tanaman semusim yang memiliki nilai jual sebanding dengan tanaman tembakau jika ingin dilakukan substitusi tanaman.
Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, maupun Kementeria Keuangan sebaiknya memikirkan untuk menaikkan harga cukai rokok sehingga nilai profit menjadio lebih tinggi tanpa harus meningkatkan produksi rokok, segmentasi rokok diubah dari mayoritas kelas menengah kebawah menjadi kelas menengah keatas tanpa harus kehilangan keuntungan perusahaan karena sifat rokok bagi penggunanya adalah inelastic.
Pengawasan dari Kementerian Kesehatan terhadap iklan rokok dan penjualan rokok di tingkat anak remaja juga harus kuat sehingga aturannya menjadi efektif dan dampak dari merokok bisa benar – benar diminimalisasi. Mudah – mudahan harapan dari sebagian rakyat Indonesia untuk bisa terbebas dari jeratan rokok bisa segera terealisasi dengan disegerakannya regulasi tentang rokok. (Satria Pratama – Koran SINDO, 22 Januari 2011).
Kesimpulan :
Regulasi ketat terhadap rokok dengan meningkatkan bea cukai merupakan salah satu metode/cara terbaik dari pemerintah untuk meminimalisir dampak rokok terhadap generasi muda bangsa. Namun, untuk mengatasi penolakan – penolakan dari berbagai pihak tersebut khususnya para pengusaha, dan beberapa kementerian tersebut diatas perlu diberikan data yang akurat melalui hasil kajian/analisa terkait yang membuktikan bahwasannya penerapan peningkatan bea cukai rokok tidak akan mematikan perekenomian seperti yang dikhawatirkan. Selain itu, perlu diberikan penjelasan yang jelas pula kepada masyarakat tentang dampak negatif rokok dan dampak positif penerapan regulasi rokok agar masyarakat tidak mudah terprovokasi untuk ikut membela pihak tertentu dalam menolak regulasi rokok tersebut.